Kuningan : Kampung Asli Jakarta

Dulunya kampung ini disebut Kampung Pulo bukan kuningan seperti sekarang ini dan merupakan kawasan Jakarta yang masih berhutan lebat berawa. Diduga daerah tersebut dulunya adalah rawa atau danau, sedangkan Kampung Pulo merupakan daerah yang relatif  tinggi dari daerah sekitarnya. Namun demikian di kawasan ini sudah ada penduduk asli yang mendiami area Kampung Pulo dengan mata pencaharian bercocok tanam. Hal ini sangat tepat dengan kenyataan bahwa daerah Jakarta lebih banyak merupakan daerah paya-paya yang lebih banyak tergenang air daripada daerah yang kering.

Kampung Pulo

          Istilah “Pulo” seperti halnya “Rawa” untuk penamaan kampung di daerah Jakarta dan sekitarnya banyak dijumpai seperti Kramat Pulo (Jakarta Pusat), Pulo Gadung, Pulo Mas atau Kampung Pulo yang berada di daerah Jatinegara. Sebaliknya nama Rawa Buaya dan Rawasari juga dijumpai. Sebagaimana Kampung Pulo di tepi Ciliwung yang telah ada sejak jaman hartawan Cornelis Senen yang berasal dari Banda Maluku maka Kampung Pulo Kuningan berada di tepi sungai Krukut. Mester Cornelis pada tahun 1656 diketahui memiliki rumah mewah di tepi Tijgers-gracht dan kebun di tepi Ciliwung yang membentang luas, tidak kurang dari 5 kilometer persegi dari Cipinang hingga tepian Ciliwung. Tidak seperti halnya dengan Ciliwung maka sungai krukut tidak banyak dihuni orang-orang pendatang kecuali yang berada di kampung dan Tenabang.

         Pendudukasli ini tinggal di daerah perbukitan Kampung Pulo. Kemungkinan dulunya kawasan ini merupakan daerah rawa-rawa atau situ dapat dibenarkan.

         Salah satu  buktinya, di salah satu apartemen di kawasan Mega Kuningan ada lantai yang hingga sekarang masih mengeluarkan air dari dalam tanah. Meskipun telah ditutup dengan plester, tapi tetap mengeluarkan air. Kemungkinan tempat itu merupakan lokasi sumber air yang sangat besar.

Berubah Menjadi Kuningan

        Bagaimana dinamakan Kuningan? Sejarah Kampung Kuningan dimulai dari adanya seorang pangeran dari Kuningan Cirebon yang datang ke Sunda Kelapa mengikuti ekspedisi Pangeran Fatahillah menggempur Sunda Kelapa. Pangeran tersebut bernama Awangga bersama anak buahnya akhirnya menempati daerah yang disebut Kampung Pulo. Lama kelamaan masyarakat menjuluki daerah tersebut sebagai Kampung Pulo Kuningan. Lama kelamaan masyarakat lebih mengenal dengan Kampung Kuningan.

         Setelah Pangeran Kuningan meninggal lalu dimakamkan di kampong ini. Sekarang di lokasi makam ini telah dibangun menjadi gedung Caraka Kantor Divre II Telkom jalan Jendral Gatot Subroto masuk Kelurahan Kuningan Barat.

          Dalam sejarah Kabupaten Kuningan menyebutkan bahwa kemungkinan Pangeran Kuningan itu adalah Adipati Awangga atau Adipati Cangkuang (adakah hubungan dengan situs candi Cangkuang?). Konon Adipati ini pergi ke Sunda Kelapa bersamaan pangeran Fatahillah hanya kemudian tidak menetap di kota Jayakarta tetapi di pedalaman di tepi sungai Krukut yang sekarang disebut Kuningan.

Sungai Krukut Sekarang

Kondisi sungai Krukut yang pernah dilalui Pangeran Kuningan melintasi jalan Jendral Gatot Subroto.

          Warga Kuningan mengakui kesejarahan Pangeran Kuningan ini sebagai leluhur mereka. Sejak tahun 1962 telah berdiri perkumpulan yang menghimpun warga keturunan Pangeran Kuningan dalam berbagai aktivitas budaya dan dakwah. Bahkan KH. Guru Mughni yang merupakan salah satu ulama besar Betawi yang tinggal mengaku sebagai salah satu keturunan Pangeran Kuningan.

         Pada tahun 60-an menurut warga asli kampong ini masih banyak pohon-pohon besar dan menakutkan di waktu malam. Rumah rumah warga masih jarang dan letaknya berjauhan., jalan belum seperti sekarang masih berupa jalan setapak. Diceritakan kalau pulang dari nonton layar tancep menunggu pedagang untuk bisa pulang bareng karena suasana masih sepi. Warga kampung yang dulu masih mempercayai adanya makhluk halus menceritakan bahwa tidak jarang ada pohon bamboo melengkung ujungnya hingga ke bawah karena digerakan oleh makhluk gaib. Hantu tinggi besar hitam juga sering menakuti warga yang pulang malam. Artinya empat puluh tahun silam lingkungan ini masih hijau dan asri tidak seperti sekarang telah menjadi hutan beton. Rawa-rawa yang dulu ada kini tidak bersisa dan sungai Krukut telah menciut tidak dapat dialiri seperti tempo dulu.

        Dari kisah ini berarti identitas dan sejarah Jakarta tidak hanya ditandai keberadaan Kota Tua., Glodok, Kawasan Jatinegara Kaum (makam Pangeran Jatinegara) kemudian Condet atau kampung Sawah di Srengseng Sawah namun juga “bekas kampung Kuningan”. Di Kawasan Kuningan yang menjadi artikulasi pertumbuhan ini denyut peradaban kota Jakarta dimulai sejak masa lalu.

        Keberadaan kampung Kuningan akan membentuk artikulasi sejarah perkembangan kota Jakarta lama mulai sejak jaman Sunda Kelapa, Jayakarta, Jacarta, Batavia hingga menjadi Jakarta. Barangkali perlu dilakukan lagi penelusuran sejarah kampung ini secara arkeologi dan antropologi sehingga kebenaran sejarah yang berkembang di masyarakat dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah. Selanjutnya keberadaan kawasan ini dalam pembangunan kota Jakarta perlu “ditandai” agar jejak sejarah yang ada tidak hilang begitu saja.

       Seandainya sejarah inipun sebatas mitos atau folkfore seperti halnya “Si Pitung atau Bang Jampang” nampaknya juga perlu dipertimbangkan sebagai khasanah sosial budaya kota Jakarta. Kawasan yang berkembang sebagai kawasan modern ini dapat dipadukan dengan berbagai penanda sejarah yang berwujud artifak seperti taman makam, mesjid atau bahkan rumah tua. Pertemuan antara unsur lokal tradisional dengan budaya modern yang kontras dapat menjadi nila-nilai arsitektur Kawasan Kuningan.

(sumber : http://pangerankuninganfoundation.com/)

Published in: on October 26, 2007 at 4:43 pm  Leave a Comment  

The URI to TrackBack this entry is: https://iwanabdurr.wordpress.com/2007/10/26/kuningan-kampung-asli-jakarta/trackback/

RSS feed for comments on this post.

Leave a comment